BERITA KERABAT – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak neto mencapai Rp 1.634,43 triliun hingga akhir November 2025. Angka ini setara 78,7 persen dari outlook penerimaan pajak tahun ini, yang ditargetkan sekitar Rp 2.076,9 triliun dalam APBN 2025. Capaiannya itu menunjukkan perbaikan dibandingkan posisi sebelumnya, namun masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN Kita edisi Desember 2025, menegaskan bahwa indikator utama yang mencerminkan jumlah uang yang benar‑benar masuk ke kas negara adalah pajak neto yakni penerimaan setelah dikurangi restitusi pajak yang harus dibayarkan kembali kepada wajib pajak. Menurut Suahasil, pertumbuhan pajak neto pada November meningkat sekitar 2,5 persen secara month‑to‑month, menunjukkan tren perbaikan setelah beberapa bulan sebelumnya melambat.
Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, realisasi penerimaan pajak tahun ini tercatat turun. Data menunjukkan realisasi per November 2025 mengalami kontraksi sekitar 3,2–3,3 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024. Hal ini terutama dipengaruhi oleh beberapa komponen pajak utama yang mencatat penurunan signifikan.
Tekanan di Komponen Pajak Utama
Dalam struktur penerimaan, beberapa jenis pajak masih menjadi sumber tekanan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) secara neto tercatat sekitar Rp 660,77 triliun, mengalami kontraksi sekitar 6,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Suahasil menyebut PPN merupakan indikator penting aktivitas ekonomi karena pajak ini hanya muncul ketika transaksi terjadi, sehingga masih mencerminkan denyut nadi perekonomian nasional.
Sementara itu, Pajak Penghasilan (PPh) Badan secara neto tercatat sebesar Rp 263,58 triliun, turun sekitar 9 persen, sedangkan PPh Orang Pribadi dan PPh Pasal 21 juga masih tertekan dengan realisasi neto Rp 218,31 triliun, turun sekitar 7,8 persen. Penurunan ini menandakan bahwa aktivitas usaha dan penghasilan pekerja belum sepenuhnya pulih sesuai harapan di tengah dinamika ekonomi domestik dan global.
Di sisi lain, penerimaan dari kategori pajak lainnya justru menunjukkan kinerja positif. Komponen ini tumbuh sekitar 21,5 persen dengan total penerimaan neto mencapai Rp 186,33 triliun. Peningkatan ini berasal dari setoran sementara yang dibayarkan wajib pajak yang nantinya diklasifikasikan ke dalam PPh atau PPN setelah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).
Penerimaan Bruto dan Kontribusi Lainnya
Jika dilihat dari sisi penerimaan bruto (sebelum dikurangi restitusi), Kemenkeu mencatat angka sekitar Rp 1.985,48 triliun hingga November 2025. Walaupun demikian, struktur per komponen menunjukkan dinamika yang beragam. Beberapa jenis pajak seperti PPh Badan dan PPh Final, PPh 22, PPh 26 mencatat pertumbuhan positif secara bruto, sementara PPN, PPnBM dan PPh Orang Pribadi masih mencatat kontraksi.
Selain pajak, penerimaan negara lainnya juga memberikan kontribusi penting. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tercatat sekitar Rp 444,9 triliun atau sekitar 93,3 persen dari target. Kontribusi ini cukup solid di tengah dinamika harga komoditas global yang berfluktuasi, menurut pernyataan Wakil Menteri Suahasil Nazara dalam konferensi pers yang sama.
Tantangan dan Upaya Perbaikan
Dalam menghadapi kondisi tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus fokus pada pembenahan sistem administrasi dan pelayanan. Salah satu upaya besar adalah implementasi Coretax, sistem administrasi perpajakan baru yang dirancang untuk memodernisasi layanan perpajakan dan mempermudah wajib pajak dalam pelaporan serta pembayaran. Uji coba Coretax telah dilakukan beberapa kali sepanjang 2025, dengan hasil awalnya menunjukkan adanya perbaikan dibanding tahap awal.
Namun, sistem ini juga sempat menimbulkan tantangan operasional yang mempengaruhi proses pelaporan dan pembayaran pajak pada awal tahun. Pemerintah berharap peningkatan kemampuan sistem ini dapat membantu menutup gap antara realisasi dengan target, serta mendorong kepatuhan wajib pajak.
Target Akhir Tahun dan Prospek 2026
Dengan sisa satu bulan di akhir tahun, pemerintah masih perlu mengumpulkan sekitar Rp 442,5 triliun guna mencapai target outlook pajak 2025. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pentingnya penerimaan pajak sebagai kontributor utama dalam struktur pendapatan negara sekaligus pondasi pembiayaan belanja publik seperti kesehatan, pendidikan, serta pembangunan infrastruktur.
Pemerintah juga telah menolak klaim bahwa upaya percepatan setoran pajak dilakukan melalui skema yang tidak sesuai aturan, seperti praktik ijon pajak. Kemenkeu menegaskan bahwa penyesuaian pembayaran pajak yang terjadi merupakan bagian dari mekanisme yang diatur dalam undang‑undang perpajakan dan bukan suatu bentuk manipulasi administratif.
Meski tantangan masih ada, tren perbaikan di berbagai indikator penerimaan menunjukkan bahwa upaya kebijakan fiskal dan administrasi pajak terus berjalan. Pemerintah optimistis bahwa dengan berbagai langkah memperkuat kepatuhan dan sistem perpajakan, target penerimaan pajak dan konsolidasi fiskal dapat dicapai sejalan dengan tren pemulihan ekonomi nasional pada 2026 dan seterusnya.