BERITA KERABAT – Usulan untuk menetapkan status bencana nasional terhadap rentetan musibah banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah Aceh dan Sumatera belakangan ini terus bergulir kencang, baik dari kalangan politisi, aktivis lingkungan, hingga masyarakat sipil. Menanggapi derasnya aspirasi ini, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Puan Maharani, memastikan bahwa pihak legislatif telah menerima dan menampung berbagai masukan publik tersebut. Namun, Puan menegaskan, keputusan akhir mengenai status bencana nasional sepenuhnya berada di tangan Presiden.
Pernyataan ini disampaikan Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada hari Rabu, (3/12/2025). Puan mengakui bahwa perkembangan bencana, khususnya di beberapa provinsi di Sumatera, memang telah menimbulkan dampak kerugian yang sangat besar, baik dari segi korban jiwa maupun infrastruktur. Data terakhir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Minggu (30/11/2025) menunjukkan bahwa total korban meninggal dunia telah mencapai ratusan jiwa, sementara ratusan lainnya masih dinyatakan hilang di tiga provinsi terdampak, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. Angka-angka ini menjadi salah satu argumen utama yang mendorong desakan agar Pemerintah Pusat segera menaikkan status menjadi bencana nasional.
“DPR terus memantau dan menerima masukan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari daerah terdampak, terkait perkembangan situasi bencana di Sumatera. Kami memahami adanya desakan kuat untuk menetapkan status bencana nasional,” ujar Puan.
Ia menambahkan, DPR melalui komisi terkait, khususnya Komisi VIII, senantiasa berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Pemerintah, dalam hal ini BNPB dan kementerian terkait, untuk memastikan penanganan darurat berjalan cepat dan tepat sasaran.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, status bencana ditetapkan berdasarkan skala dan dampak. Penetapan status dan tingkatan bencana, termasuk status bencana nasional, adalah kewenangan penuh Presiden Republik Indonesia yang kemudian dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres). Hal ini sejalan dengan pandangan yang sebelumnya disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, yang turut menegaskan bahwa keputusan tersebut berada di ranah eksekutif.
“Penetapan status bencana nasional adalah kewenangan Bapak Presiden. Kami di DPR menghormati mekanisme yang ada dan meyakini Pemerintah mempertimbangkan dengan matang segala aspek dan implikasi sebelum mengambil keputusan,” tegas Puan.
Implikasi dari penetapan status bencana nasional adalah mobilisasi sumber daya dan bantuan yang lebih besar dan terkoordinasi secara nasional, termasuk pengerahan anggaran negara secara lebih fleksibel serta bantuan personel dari berbagai unsur kementerian/lembaga dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara masif. Namun, Puan menggarisbawahi, terlepas dari statusnya, fokus utama saat ini adalah kecepatan dan empati dalam memberikan pertolongan kepada korban.
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Puan juga telah mendesak Pemerintah agar tetap sigap dan memastikan bantuan logistik, kesehatan, serta evakuasi sampai ke lokasi terdampak tanpa menunggu status dinaikkan. Ia bahkan sempat mendorong adanya evaluasi terhadap proses penyaluran bantuan, terutama di daerah yang sulit dijangkau.
“Sinergi antara Pemerintah dan DPR insyaallah akan terus berjalan. Komunikasi ini penting untuk mendapatkan jalan terbaik dalam menuntaskan penanganan bencana ini secepatnya. Yang paling penting saat ini, semua pihak harus menunjukkan empati dan memastikan tidak ada warga yang hanya menunggu bantuan yang tak kunjung datang,” pungkas Puan.
Saat ini, masyarakat luas dan DPR masih menantikan keputusan resmi dari Presiden terkait usulan status bencana nasional ini, sebuah keputusan yang akan menentukan skala dan arah kebijakan pemulihan jangka panjang bagi wilayah-wilayah yang terdampak parah di Sumatera dan Aceh.