Jokowi Ungkap 2 Alasan Tolak Pamer Ijazah ke Publik: Hukum dan Agenda Politik

Jokowi Ungkap 2 Alasan Tolak Pamer Ijazah ke Publik Hukum dan Agenda Politik

BERITA KERABAT – Polemik seputar keaslian ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), kembali mencuat setelah dalam sebuah wawancara eksklusif yang ditayangkan pada Selasa malam (9/12/2025), ia secara gamblang menyampaikan dua alasan utama mengapa dirinya memilih untuk tidak memamerkan dokumen kelulusannya ke hadapan publik, meskipun isu tersebut telah menjadi perbincangan hangat dan spekulasi politik selama beberapa waktu.

Isu ijazah palsu yang menimpa Jokowi, yang merupakan alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), telah berulang kali dibantah, bahkan pihak UGM sendiri telah memberikan klarifikasi resmi mengenai keabsahan dokumen tersebut. Namun, desakan dari pihak-pihak tertentu agar Jokowi menunjukkan ijazah aslinya secara terbuka terus bergulir.

Dalam sesi wawancara mendalam yang menarik perhatian khalayak luas ini, Jokowi akhirnya membuka suara mengenai keputusannya yang dinilai sebagian kalangan kontroversial tersebut. Menurutnya, sikap untuk tidak menunjukkan ijazah ke publik didasari oleh pertimbangan yang matang, baik dari sisi hukum maupun politik.

1. Pertimbangan Hukum: Membiarkan Proses Hukum Berjalan

Alasan pertama yang disampaikan oleh Jokowi merujuk pada aspek hukum dari polemik tersebut. Sebagaimana diketahui, tudingan ijazah palsu ini telah bergulir ke ranah hukum dan melibatkan proses penyelidikan. Jokowi menegaskan bahwa dirinya, melalui tim kuasa hukumnya, telah bersikap kooperatif dengan menyerahkan ijazah asli kepada aparat penegak hukum yang berwenang, seperti Bareskrim Polri.

“Mereka (pihak tertentu) meminta untuk saya bisa menunjukkan ijazah asli. Saya sampaikan bahwa tidak ada kewajiban dari saya untuk menunjukkan itu kepada mereka,” ujar Jokowi.

Ia melanjutkan, proses pembuktian keabsahan dokumen kini sepenuhnya berada di tangan penegak hukum. Kuasa hukum Jokowi berulang kali menyampaikan bahwa menunjukkan ijazah secara terbuka kepada publik tidak akan menyelesaikan persoalan secara tuntas karena validitasnya sudah dikonfirmasi oleh institusi resmi, yaitu UGM.

“Kami sudah menyerahkan ijazah asli ke penyidik Bareskrim. Sudah berkali-kali juga dikonfirmasi ini dari pihak UGM, sehingga pada saat kita memutuskan untuk mengambil langkah hukum, maka biarkanlah proses hukum yang berjalan,” tegasnya.

Sikap ini menunjukkan kepatuhan dan kepercayaan Presiden terhadap mekanisme hukum yang berlaku, daripada harus mengikuti desakan non-hukum dari kelompok di luar otoritas resmi.

2. Agenda Besar dan Upaya Penurunan Reputasi

Alasan kedua memiliki dimensi yang lebih politis dan krusial. Jokowi secara terang-terangan menyinggung adanya agenda besar dan orang besar di balik tudingan ijazah palsu yang terus dihembuskan. Ia memandang isu ini sebagai bagian dari upaya sistematis oleh pihak tertentu untuk merusak citra dan menurunkan reputasinya.

“Saya pastikan iya (ada agenda besar dan orang besar),” tegas Jokowi, mengonfirmasi dugaannya. Meskipun tidak menyebutkan nama secara eksplisit, ia mengisyaratkan bahwa sosok-sosok di balik manuver politik ini sangat mudah untuk ditebak. “Saya kira gampang ditebak, tidak perlu saya sampaikan,” tambahnya.

Menurut analisis Jokowi, pihak-pihak ini memiliki keinginan kuat untuk menjatuhkan kredibilitasnya, bahkan isu ini disebutnya terkait dengan manuver politik yang lebih luas, termasuk wacana pemakzulan terhadap putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dari jabatan Wakil Presiden RI (pada saat wawancara berlangsung). Dengan tidak menunjukkan ijazah ke publik, Jokowi mengambil sikap untuk tidak melayani atau memperpanjang drama politik yang tujuannya adalah menciptakan kegaduhan dan mengalihkan fokus dari kinerja pemerintah.

Keputusan Jokowi untuk menahan diri menunjukkan ijazah kepada khalayak umum, menurutnya, adalah strategi untuk menegaskan bahwa polemik tersebut bukan lagi soal keaslian dokumen yang telah divalidasi UGM melainkan soal manuver politik yang sengaja diciptakan. Dengan membiarkan proses hukum berjalan dan menolak untuk meladeni “agenda besar” tersebut, Jokowi memilih untuk fokus pada tugas-tugas kenegaraan.

Wawancara eksklusif ini diharapkan dapat menjadi titik terang bagi masyarakat untuk memahami perspektif dan dasar pemikiran Presiden di tengah pusaran isu yang telah lama menjadi santapan media. Meskipun demikian, pihak-pihak yang kontra diprediksi akan tetap mempertahankan argumen mereka, menganggap keengganan Jokowi sebagai bentuk ketertutupan, meskipun telah ada klarifikasi dari otoritas akademik dan penyerahan dokumen kepada penegak hukum.