BERITA KERABAT – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dengan tegas mengumumkan perkembangan signifikan dalam pengusutan kasus dugaan pembalakan liar (illegal logging) di kawasan hutan Sumatera Utara, khususnya di wilayah Tapanuli Selatan (Tapsel). Pengumuman ini menjadi sorotan publik menyusul bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda beberapa daerah di Sumatera, di mana temuan kayu-kayu gelondongan dalam jumlah besar diduga kuat menjadi salah satu faktor pemicu.
Dalam keterangan pers yang disampaikan usai meninjau lokasi terdampak bencana, Jenderal Sigit memastikan bahwa penyidikan kasus ini telah dinaikkan statusnya dan pihaknya telah mengantongi nama tersangka.
“Kita bentuk Satgas di Tapanuli. Kemarin kita sudah naikkan (statusnya) ke sidik. Tersangka juga sudah kita temukan,” ujar Kapolri pada Jumat (12/12/2025). Meskipun demikian, identitas spesifik dari tersangka tersebut masih dirahasiakan oleh pihak kepolisian untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Titik Fokus: Kayu Gelondongan Pasca Bencana
Penyelidikan intensif ini bermula dari temuan masif kayu-kayu gelondongan yang hanyut terbawa arus banjir di beberapa daerah, termasuk di Tapanuli Selatan. Temuan ini memicu dugaan kuat adanya praktik illegal logging yang telah merusak Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan hutan lindung, sehingga mengurangi daya serap air dan memperparah dampak bencana hidrometeorologi.
Polri, melalui Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, langsung membentuk tim gabungan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menelusuri asal-usul kayu tersebut. Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Irhamni, sebelumnya telah menyampaikan bahwa penyidik menemukan adanya unsur tindak pidana di lokasi-lokasi seperti DAS Garoga dan Anggoli, yang berada di Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan.
Tim di lapangan berhasil mengumpulkan sejumlah barang bukti, termasuk beberapa alat berat yang ditinggalkan di lokasi, yang diduga digunakan untuk menebang pohon dan membuka lahan secara ilegal. Proses penyidikan mengungkapkan adanya modus operandi yang terorganisasi, di mana pelaku memotong pohon besar menjadi bagian-bagian kecil, menumpuknya di bantaran sungai, dan kemudian menghanyutkannya saat debit air naik seperti rakit. Mekanisme ‘panglong’ ini memungkinkan kayu ilegal diedarkan tanpa terdeteksi melalui jalur darat yang sulit.
Komitmen Tegas Lawan Kejahatan Lingkungan
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa penanganan kasus pembalakan liar ini adalah bentuk komitmen serius negara dalam menindak tegas kejahatan lingkungan. Ia menekankan bahwa kejahatan ini bukan sekadar merugikan negara secara ekonomi, namun juga mengancam keselamatan dan kehidupan masyarakat, mengingat dampak ekologisnya yang berujung pada bencana.
“Ini bukan sekadar soal kayu. Ini soal nyawa, keamanan, dan masa depan lingkungan kita. Negara tidak boleh kalah dari kejahatan lingkungan. Polri akan tuntaskan ini sampai ke akar,” tegas Sigit.
Selain di Tapanuli Selatan, tim gabungan Polri dan KLHK juga tengah mendalami dugaan praktik perambahan hutan di wilayah lain, termasuk di Aceh Tamiang. Perkembangan di wilayah Aceh ini masih menunggu laporan resmi dan pendalaman detail dari tim Satgas yang tengah bekerja di lapangan.
Penetapan tersangka ini menjadi langkah awal yang penting untuk membongkar jaringan pembalakan liar, mulai dari pelaku lapangan hingga aktor intelektual atau pemodal yang berada di baliknya. Pihak kepolisian menyatakan akan menerapkan proses hukum secara transparan dan berkeadilan, melibatkan penelusuran tidak hanya pada aktivitas penebangan, tetapi juga pada alur dokumen, alur barang, dan alur dana untuk memastikan semua pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban.
Dampak Ekologis dan Kerugian Negara
Aktivitas illegal logging di Sumatera telah lama menjadi perhatian serius. Selain memicu bencana hidrologis seperti banjir bandang dan tanah longsor yang menelan korban jiwa dan kerugian material mencapai ratusan miliar, kejahatan ini juga menyebabkan kerugian negara yang sangat besar dari sektor non-pajak, seperti dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan.
Kasus di Tapanuli Selatan ini menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk memberikan efek jera, sekaligus memperbaiki tata kelola hutan dan lingkungan di Sumatera. Kerja sama antara Polri dan KLHK dalam pembentukan Satuan Tugas (Satgas) khusus ini diharapkan dapat memastikan penanganan kasus kejahatan lingkungan dapat dilakukan secara cepat, komprehensif, dan berkelanjutan.
Publik kini menantikan langkah konkret selanjutnya dari kepolisian, terutama pengungkapan identitas dan peran dari tersangka yang telah dikantongi, serta jaminan bahwa proses hukum akan berjalan tanpa pandang bulu terhadap siapapun yang terlibat dalam perusakan hutan yang memicu tragedi kemanusiaan di Sumatera.