BERITA KERABAT – Pemerintah Indonesia tengah mematangkan penyusunan sejumlah aturan turunan penting dalam rangka menyambut pemberlakuan Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang‑Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru. Aturan turunan ini dirancang agar implementasi kedua undang‑undang besar tersebut berjalan efektif, seragam, dan tidak menimbulkan kebingungan hukum ketika mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan bahwa pemerintah telah menyiapkan total enam peraturan pelaksana. Rinciannya terdiri atas tiga aturan pelaksana untuk KUHP dan tiga aturan pelaksana untuk KUHAP. Kelima aturan utama tersebut mencakup antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Pelaksanaan KUHP, Peraturan Pemerintah tentang Mekanisme Keadilan Restoratif, serta Peraturan Presiden tentang Sistem Peradilan Pidana Berbasis Teknologi Informasi.
Menurut Eddy Hiariej, dua dari peraturan tersebut telah selesai dalam proses harmonisasi dan akan dibahas lebih mendalam dalam rapat lanjutan. Ia menegaskan bahwa semua peraturan turunannya ditargetkan selesai sebelum 2 Januari 2026, sehingga bisa diberlakukan bersamaan dengan KUHP dan KUHAP baru.
“Ini penting agar aparat penegak hukum tidak menghadapi kekosongan aturan ketika KUHP dan KUHAP baru mulai berlaku,” ujar Hiariej usai acara penandatanganan nota kesepahaman antara Polri dan Kejaksaan Agung.
Sinergi Antara Aparat Penegak Hukum
Untuk menjamin kelancaran implementasi KUHP dan KUHAP baru, aparat penegak hukum di tingkat pusat telah melakukan berbagai langkah koordinasi. Pada 16 Desember 2025, Polri dan Kejaksaan Agung menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang bertujuan menyamakan persepsi serta strategi pelaksanaan aturan baru ini. MoU tersebut dilihat sebagai langkah penting dalam menghindari misinterpretasi atau konflik antarinstansi di lapangan.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman memberikan apresiasi atas inisiatif tersebut. Ia mengatakan bahwa koordinasi sejak dini antara Kepolisian dan Kejaksaan penting untuk menekan potensi miskomunikasi dan miskoordinasi dalam implementasi aturan pidana baru. Komisi III DPR juga menegaskan dukungan legislatifnya terhadap penerapan KUHP dan KUHAP baru secara efektif.
Kesiapan Pemerintah dan Langkah Sosialisasi
Selain menyiapkan aturan turunan dan koordinasi antarinstansi, pemerintah juga aktif melakukan sosialisasi ke berbagai pihak, termasuk aparat hukum di daerah, akademisi, dan masyarakat umum. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan pemahaman publik terhadap perubahan besar dalam sistem hukum pidana Indonesia.
Misalnya, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di Jambi mengintensifkan sosialisasi kepada pegawai dan stakeholder lokal agar seluruh elemen masyarakat memahami ruh dan substansi KUHP baru sebelum berlaku. Langkah ini dianggap penting untuk mengurangi kemungkinan ketidaksiapan saat penerapan aturan baru nanti.
Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Prof. Otto Hasibuan, pun menekankan pentingnya pemahaman masyarakat secara luas. Ia menyatakan bahwa ketika KUHP dan KUHAP resmi diberlakukan, secara hukum setiap warga negara dianggap telah mengetahui isinya. Pernyataan ini mempertegas urgensi edukasi hukum nasional di tengah masyarakat.
Tantangan dan Kritik
Penyusunan aturan turunan bukan tanpa tantangan. Sejumlah kalangan mengingatkan agar aturan baru ini tidak hanya selesai pada waktu yang ditetapkan, tetapi juga benar‑benar berkualitas dan menghormati prinsip hukum yang adil.
Komisi Percepatan Reformasi Polri, misalnya, meminta kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk terus melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan KUHP dan KUHAP baru. Organisasi ini menilai evaluasi berkala penting, terutama setelah tahap awal implementasi, agar fungsi Kepolisian tetap akuntabel dan selaras dengan standar hukum yang berlaku.
Selain itu, beberapa pihak masyarakat juga mengkritisi beberapa pasal dalam revisi KUHAP yang dinilai masih memerlukan penyempurnaan untuk benar‑benar mendukung prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Kritikus hukum menyatakan bahwa perubahan dalam KUHAP harus memperhatikan substansi perlindungan terhadap saksi, tersangka, dan terdakwa agar lebih kuat dan jelas di mata hukum.
Menuju Sistem Hukum Nasional yang Terpadu
Penyusunan aturan turunan bagi KUHP dan KUHAP baru merupakan bagian dari upaya lebih besar pemerintah untuk memodernisasi sistem hukum pidana Indonesia. Selain peraturan pelaksanaan, pemerintah juga sedang merampungkan RUU Penyesuaian Pidana yang mengharmonisasikan ketentuan pidana di berbagai undang‑undang sektoral agar sejalan dengan struktur pemidanaan baru dalam KUHP. RUU ini diharapkan membantu menciptakan satu sistem hukum pidana yang terpadu, konsisten, dan modern.
Dengan persiapan yang intensif, koordinasi antarinstansi yang kuat, serta sosialisasi yang meluas, pemerintah berharap pelaksanaan KUHP dan KUHAP baru pada 2 Januari 2026 akan berjalan mulus dan memberikan rasa keadilan yang lebih kuat di tengah masyarakat Indonesia.