BERITA KERABAT – Kasus kekerasan tragis yang menewaskan seorang bayi berusia enam bulan di Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kini makin terang. Polisi telah mengungkap sejumlah fakta baru yang mengarah pada motif awal dan kondisi pelaku sebelum melakukan tindakan keji tersebut. Peristiwa memilukan ini tidak hanya mengejutkan keluarga korban, tetapi juga menuai duka dari masyarakat luas.
Kronologi Peristiwa
Peristiwa tragis terjadi pada Minggu, 14 Desember 2025, sekitar pukul 17.00 WIB di sebuah warung yang berada di Jalan Betawi, Kampung Gunung, Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan. Korban, bayi perempuan berinisial ASA, yang baru berusia enam bulan, sedang digendong oleh ayahnya, IS (28), di lokasi tersebut.
Menurut keterangan Kapolsek Ciputat Timur Kompol Bambang Askar Sodiq, awalnya tersangka meminta sang istri untuk menyiapkan susu karena bayinya terus menangis. Namun, alih‑alih meredam tangisan, pelaku justru kehilangan kendali dan emosi. Karena kesal mendengar suara tangisan yang tak kunjung berhenti, IS kemudian melempar dan membanting bayi tersebut ke lantai, menyebabkan kepala korban terbentur keras.
Penyelidikan polisi mengungkap bahwa bantingan itu dilakukan sebanyak dua kali. Insiden pertama terjadi ketika korban berada di atas matras dalam posisi tengkurap. Insiden kedua terjadi saat korban di atas kasur dalam keadaan terlentang. Dalam pembantingan kedua ini, kepala bayi sempat tersangkut botol susu, memperparah luka di bagian kepala.
Upaya Penanganan dan Kondisi Korban
Setelah kejadian, korban yang sudah mengalami pendarahan serius di bagian kepala langsung dibawa oleh keluarga ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis. Sayangnya, dalam perjalanan menuju fasilitas kesehatan, nyawa bayi malang itu tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.
Jenazah korban kemudian dibawa ke RSUD Kabupaten Tangerang untuk dilakukan visum dan pemeriksaan lebih lanjut oleh pihak kepolisian sebagai bagian dari penyelidikan. Tim penyidik juga melakukan olah tempat kejadian perkara serta memeriksa sejumlah saksi dan rekaman kamera pengawas (CCTV) untuk menguatkan bukti.
Motif dan Pemicu Tindakan Pelaku
Hasil pemeriksaan awal mengungkap motif yang mengejutkan di balik tindakan pelaku. Selain emosi karena tangisan bayi, polisi menemukan faktor lain yang diduga memengaruhi kondisi psikologis dan emosional IS. Menurut keterangan keluarga terutama kakak ipar pelaku IS diduga sering mengonsumsi minuman keras (miras) dan memiliki kebiasaan bermain judi online, yang membuat kondisi emosinya tidak stabil.
Kapolsek Bambang menjelaskan bahwa kebiasaan buruk tersebut diyakini turut memperburuk kontrol diri pelaku. Walaupun secara karakter pelaku cenderung pendiam, kombinasi stres, konsumsi alkohol, dan aktivitas judi online, menurut penyidik, membuatnya kehilangan kendali sehingga nekat melakukan perbuatan keji kepada anak kandungnya sendiri.
Status Hukum Pelaku
Usai kejadian, IS telah diamankan oleh jajaran Sat Reskrim Polres Tangerang Selatan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Polisi resmi menetapkan pria berusia 28 tahun itu sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan yang berujung pada kematian anak di bawah umur.
Menurut pihak kepolisian, pelaku dijerat dengan Undang‑Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, bersama dengan pasal terkait kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT). Karena pelaku merupakan orang tua kandung korban, ancaman hukumannya juga diperberat. Secara hukum, IS terancam hukuman penjara hingga 20 tahun, termasuk tambahan sepertiga dari ancaman pokok karena perbuatannya dilakukan terhadap anak di bawah umur dan dalam konteks hubungan keluarga.
Reaksi Masyarakat dan Seruan Perlindungan Anak
Kasus ini memicu reaksi luas dari masyarakat, organisasi perlindungan anak, dan netizen di media sosial. Banyak yang mengecam tindakan tersebut dan menyerukan pentingnya pendidikan pengendalian emosi serta perhatian terhadap kesehatan mental di lingkungan keluarga.
Kasus kekerasan terhadap anak kerap menjadi sorotan publik karena dampaknya yang sangat serius dan tanda‑tanda stres keluarga yang sering tidak terlihat. Para ahli perlindungan anak mengingatkan bahwa tindakan kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berdampak pada korban langsung, tetapi juga pada kesehatan psikologis keluarga secara keseluruhan.
Organisasi masyarakat sipil juga mendesak agar pihak berwenang meningkatkan sosialisasi dan layanan dukungan psikologis serta bantuan bagi keluarga yang mengalami tekanan ekonomi atau sosial yang berat, sebagai langkah pencegahan tragedi serupa di kemudian hari.
Peristiwa memilukan di Tangsel ini menjadi pengingat tragis akan pentingnya kewaspadaan terhadap dinamika keluarga, terutama ketika ada anggota keluarga yang menunjukkan tanda‑tanda stres, kecanduan, atau ketidakstabilan emosi. Polisi terus mendalami kasus ini dan proses hukum terhadap tersangka diperkirakan akan berlanjut hingga persidangan.